Jensen and Jamya

Yan
3 min readFeb 18, 2024

Jensen, remaja lelaki itu duduk di kursi sebelah pengemudi, mengencangkan sabuk pengamannya. Ia mengeluarkan gawainya dan berkirim pesan dengan sahabatnya sedari sekolah menengah pertama. Mulutnya mengunyah roti lapis ham dan keju yang dibuatkan oleh Theodore-sepupu sekaligus pengemudi mobil itu. Ia sesekali tampak tersenyum seraya mengetik balasan di gawainya.

Pertama kali Jensen menapakkan kaki di sekolah menengah pertama, ia tampak gugup dan duduk di bangku taman yang agak tersembunyi. Ayahnya hanya mengantar sampai gerbang di pagi buta karena harus buru-buru berangkat ke kantornya. Jensen hanya bisa menunduk menatap sepatunya sebelum memberanikan diri menuju kelas yang tertera di kartu petunjuk siswa miliknya. Tak lama berselang seorang anak lelaki berambut cokelat dengan mata bening menyapanya riang.

Anak bernama Jamya itu menarik tangannya untuk duduk di barisan depan. Masih dengan senyum lebar dan wajah berseri-seri, Jamya mengobrol dengan Jensen yang cukup kikuk. Tapi Jamya tak terlalu peduli, ia tetap bercerita panjang lebar berusaha mencairkan suasana. Sejak hari itu pun hubungan persahabatan mereka dimulai, terjalin erat hingga saat sekolah menengah atas mereka menepati janji untuk masuk ke sekolah yang sama.

Kadang Jamya datang ke rumah Jensen diantar oleh supirnya untuk bermain bersamanya. Tapi semenjak memasuki sekolah menengah atas, orang tua Jamya memberikannya guru privat untuk tambahan belajar. Bisa dikatakan jika nilai rapor anak itu cukup memuaskan tapi karena ia seringkali bermain online game atau menghabiskan waktu di dapur, nilainya sempat merosot. Akibatnya beberapa bulan setelah guru privat berdatangan ke rumahnya Jamya nengadakan protes, merajuk dan melarikan diri ke rumah Jensen selama tiga hari berturut-turut. Di sanalah ia bertemu dengan Theodore yang mencoba menenangkannya.

Setelah cukup panik dengan kepergian Jamya, semua guru privat kecuali Fisika dan Kimia diberhentikan. Remaja itu pun berjanji akan belajar bersama Jensen lewat facetime. Awalnya orang tuanya cukup khawatir dan tak enak hati pada Jensen yang notabene tergabung dalam Math Club di sekolahnya. Namun Jensen hanya tertawa dan sebisa mungkin menyempatkan diri untuk mengajarinya di sela kesibukan. Terkadang Theodore menggantikannya ketika adik sepupunya itu sibuk dengan kegiatan klub terlebih mendekati Olimpiade Matematika. Tentu saja orang tua Jamya memberikan uang saku sebagai ucapan terima kasih. Mereka takut jika Jamya akan merajuk hingga kabur kembali dan mungkin akan lebih lama dari tiga hari.

"Jensen nanti tolong tunjukkan ruangan Headmaster ya, kakak harus menghadap dulu," ucap Theodore memecah keheningan. Yang diajak bicara tak kunjung menjawab. "Jen?" Pria itu berhenti di lampu lalu lintas dan menoleh ke samping.

Jensen hanya menatapnya dan mengangguk, mulutnya penuh dengan potongan roti. "Uhuk-" terbatuk kecil, buru-buru mengambil tissue dari dashboard mobil.

"Ya ampun makanya makan pelan-pelan, kalau tersedak bahaya." Theodore menggeleng pelan dan melajukan mobilnya kembali.

Sesampainya di parkiran Jensen memimpin jalan menuju ruangan Headmaster sebelum pergi berlari ke ruang loker dan berakhir di kelasnya. Di sana seorang remaja berambut cokelat sudah menunggunya dengan senyum lebar. "How cute," bisiknya pada diri sendiri kemudian memamerkan senyumnya hingga mata menyipit.

"Jejen!" pekik remaja itu antusias, ia langsung menarik tangan Jensen. "Benar 'kan kak Theo jadi HE teacher??"

"Kasih tahu dessert yang Mya buat dulu baru aku balik kasih tahu," ujarnya usil.

"Nuh uh such a sly boy," remaja bernama Jamya itu mendengus kesal.

"Oke keluarkan homework kamu," sahutnya tak mau kalah menyambar tumpukan buku Jamya yang masih ada di atas meja.

"No! Please don’t!!" Rengek Jamya menggelendoti tangan Jensen dengan bibir mencebik. Tentu saja sahabatnya itu mengacuhkannya, menandai hitungan yang salah dengan pensil. Ia pun hanya bisa bersungut-sungut sembari mengerjakan kembali soal yang ditandai Jensen. Jamya sangat tidak suka Matematika!

Sign up to discover human stories that deepen your understanding of the world.

Free

Distraction-free reading. No ads.

Organize your knowledge with lists and highlights.

Tell your story. Find your audience.

Membership

Read member-only stories

Support writers you read most

Earn money for your writing

Listen to audio narrations

Read offline with the Medium app

--

--

No responses yet

Write a response